Hukum Waris merupakan salah satu hukum yg ada di Indonesia yg tentunya mengatur tentang pewaris, ahli waris dan sistem hukum kewarisan yang ada. Pluralisme hukum waris diperlukan karena ada beberapa jenis sistem hukum waris yang ada di Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang Masalah
Manusia adalah
makhluk sosial, manusia tak bisa hidup dengan bantuan orang lain. Hakikat
tersebut sudah jelas dan terbukti kebenaraanya di dunia nyata. Berinteraksi
merupkan salah satu bentuk bahwa manusia merupakan makhluk sosial, mulai dari
berinteraksi secara individual, keluarga, serta di dalam masyarakat. Didalam
keluarga tentunya ada banyak aspek yang menentukan kesuksesan interaksi atau
kerukunan antara anggota keluarga. Seperti halnya penentuan warisan yang
menenentukan hubungan baik antara anggota keluarga. Warisan selalu menjadi
“rebutan” antara pihak - pihak keluarga (ahli waris) yang menginginkan suatu harta
cuma – cuma dari orang yang sudah meninggal (pewaris) di dalam keluarganya.
Di Indonesia
terbagi menjadi 3 hukum yang mengatur tentang kewarisan yaitu Hukum Waris
Perdata (BW), Hukum Waris Adat, dan Hukum Waris Islam. Keanekaragaman hukum
waris yang ada di Indonesia tentunya perlu di jelaskan pada masyarakat agar
tidak keliru terhadap suatu penyelesaian masalah kewarisan yang sedang
masyarakat alami.
2. Rumusan
Masalah
Pluralisme Hukum Waris
di Indonesia sebenranya perlu ditegaskan perbedaan serta penggolongannya kepada
masyarakat. Lalu diperlukan kejelasan dan kemudahan dalam penyelesaian masalah
kewarisan, baik dalam sumber hukum yang transparan maupun lembaga – lembaga
peradilan yang menangani masalah kewarisan.
3. Tujuan
Sebagai suatu
acuan untuk membahas berbagai kejadian Hukum terutama Hukum waris dan
penyelesaiannya di Indonesia. Juga sebagai sarana untuk memberluas wawasan
serta sebagai penjelas bagi para pelajar di bidang hukum waris agar dapat
mengerti bagaimana Pluralisme Hukum Waris di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pluralisme Hukum Waris di Indonesia
Hukum waris di Indonesia sudah ada
sejak dahulu dan semakin berkembang hingga masa kini.Dimana hukum waris
tersebut sangat beraneka ragam bentuknya dan terdapat golongan penduduk yang menganutnya.
Berikut adalah penggolangan penduduk
yang tercantum didalamnya :
>
Golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka;
>
Golongan Timur Asing Tionghoa dan Non Tionghoa;
>
Golongan Bumi Putera
Namun karena pesatnya perkembangan,
penggolongan tersebut diatas dihapuskan berdasarkan Peraturan
perundang-undangan RI UU No. 62 / 1958 dan Keppres No. 240 / 1967, dan kemudian
diatur dalam Hukum Kewarisan Islam, Hukum Adat dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (BW).
Ketiga
sistem hukum tersebut masih mengandung unsur ciri-ciri dan karakteristik
sendiri-sendiri, seperti halnya hukum waris Islam. Dalam Hukum waris Islam
memberlakukan masyarakatnya dengan aturan tata cara pembagian harta pusaka,
berapa besarnya bagian antara anak laki-laki dengan anak perempuan serta anak
angkat, lembaga mana saja yang berhak memeriksa dan memutus sengketa warisan
apabila terjadi perselisihan diantara pihak ahli waris. Sedangkan bagi masyarakat
non muslim, akan tunduk pada aturan hukum adatnya, bisa juga menganut hukum
waris yang ada di KUHPer, ataupun kepercayaannya masing-masing.
Sedangkan dalam hukum waris adat
terjadi pada umumnya disebabkan oleh adanya pengaruh dari susunan kekeluargaan
/ kekerabatan serta kebiasaan yang dibawa oleh kekeluargaan / kekerabatan yang
telah ada di berbagai wilayah Indonesia.
B. Perbandingan Hukum Waris di Indonesia
1. Hukum Waris Adat
Pengertian Hukum Waris Adat
Terdapat
beberapa pengertian mengenai hukum waris adat menurut para ahli, sebagai berikut:
Hukum
waris adat menurut Soepomo,1967 ; 72 “ Hukum waris adat merupakan peraturan yang
memuat pengaturan mengenai proses penerusan serta pengoperan barang-barang
harta benda dan barang-barang yang tidak termasuk harta benda dari suatu
angkatan manusia kepada turunannya.”
Hukum
waris adat menurut Ter Haar,1950 ; 197“ Hukum waris adat adalah aturan-aturan
hukum yang mengatur mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan
peralihan dari harta kekayaanyang berwujud dan tidak berwujud dari generasi
pada generasi.”
Dari dua
pendapat di atas juga terdapat suatu kesamaan bahwa, hukum waris adat yang
mengatur penerusan dan pengoperan harta waris dari suatu generasi keturunannya.
Hal ini menunjukkan dalam hukum adat untuk terjadinya pewarisan haruslah
memenuhi 4 unsur pokok, yaitu :
>
Adanya Pewaris;
>
Adanya Harta Waris;
>
Adanya ahli Waris; dan
>
Penerusan dan Pengoperan
harta waris.
Selain
itu pengertian mengenai hukum waris adat tersebut mengantarkan kita pada
kesimpulan bahwa hukum waris adat adalah suatu proses mengenai pengalihan dan
penerusan harta kekayaan baik yang bersifat materil maupun immateril dimana
pengalihan dan penerusan harta kekayaan tersebut dilakukan oleh suatu generasi
kepada generasi berikutnya.
Sifat Hukum Waris Adat
Adapun
sifat Hukum Waris Adat dapat diperbandingkan dengan sifat atau prinsip hukum
waris yang berlaku di Indonesia, di antaranya adalah :
> Harta warisan dalam sistem
Hukum Adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, tetapi
merupakan kesatuan yang tidak dapat terbagi atau dapat terbagi tetapi menurut
jenis macamnya dan kepentingan para ahli waris; sedangkan menurut sistem hukum
barat dan hukum Islam harta warisan dihitung sebagai kesatuan yang dapat
dinilai dengan uang;
> Dalam Hukum Waris Adat tidak
mengenal asas legitieme portie atau bagian mutlak, sebagaimana diatur dalam
hukum waris barat dan hukum waris Islam; dan
> Hukum Waris Adat tidak
mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta
warisan segera dibagikan.
Sedangkan Hukum waris adat mempunyai beberapa
ciri, yakni :
> Tidak mengenal bagian
tertentu bagi ahli waris yang ada kesamaan tiap waris dan mengutamakan ahli
waris;
> Harta peninggalan tidak
merupakan kesatuan karena adanya perbedaaan pemilikan, jenis barang, keterikatan
dengan masyarakat dan adanya peraturan tertentu;
> Pewarisan tidak tentu
artinya pembagian tidak dibolehkan atau ditunda sementara waktu;
> Dikenal lembaga pewarisan;
> Hibah diperhitungkan
sebagai warisan;
> Bagian ahli waris tidak
tentu; dan
> Harta warisan yaitu harta
pewaris pada saat meninggal dunia atau harta yang sudah dibagi sebelum pewaris
meninggal dunia.
Prinsip atau Azas Umum Hukum Waris Adat
>
Jika pewarisan tidak dapat
dilaksanakan secara menurun, maka warisan ini dilakukan secara keatas atau
kesamping. Artinya yang menjadi ahli waris ialah pertama-tama anak laki atau
perempuan dan keturunan mereka. Kalau tidak ada anak atau keturunan
secara menurun, maka warisan itu jatuh pada ayah, nenek dan seterusnya keatas.
Kalau ini juga tidak ada yang mewarisi adalah saudara-saudara sipeninggal harta
dan keturunan mereka yaitu keluarga sedarah menurut garis kesamping, dengan
pengertian bahwa keluarga yang terdekat mengecualikan keluarga yang jauh;
>
Menurut hukum adat tidaklah
selalu harta peninggalan seseorang itu langsung dibagi diantara para ahli waris
adalah sipewaris meninggal dunia, tetapi merupakan satu kesatuan yang
pembagiannya ditangguhkan dan adakalanya tidak dibagi sebab harta tersebut
tidak tetap merukan satu kesatuan yang tidak dapat dibagi untuk selamanya;
>
Hukum adat mengenal
prinsip penggantian tempat (Plaats Vervulling),artinya seorang anak sebagai ahli waris dan
ayahnya, maka tempat dari anak itu digantikan oleh anak-anak dari yang
meninggal dunia tadi (cucu dari sipeninggal harta). Dan bagaimana dari cucu ini
adalah sama dengan yang akan diperoleh ayahnya sebagai bagian warisan yang
diterimanya.
Sistem Keturunan dan Kekerabatan Adat di Pedesaan
Dalam
masyarakat terutama masyarakat pedesaan sistem keturunan dan kekerabatan adat
masih tetap dipertahankan dengan kuat. Hazairin mengatakan bahwa:
“…hukum waris adat
mempunyai corak tersendiri dari alam
pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem
keturunannya patrilineal, matrilineal, parental atau bilateral.”
Untuk
bidang hukum waris adat misalnya, pluralisme itu terjadi pada umumnya disebabkan oleh
adanya pengaruh dari
susunan / kekerabatan yang dianut di Indonesia. Adapun susunan tersebut
antara lain :
>
Pertalian keteurunan
menurut garis laki-laki ( Patrilineal )
Contoh :
Umpamanya : Batak , Bali , Ambon
>
Pertalian keturuman menrut
garis perempuan ( matrilineal )
Contoh :
Minangkabau, Kerinci ( Jambi ), Semendo- ( Sumetera Selatan )
>
Pertalian keturunan
menurut garis Ibu & bapak ( Parental
/ Bilateral )
Contoh :
Melayu, Bugis, Jawa, Kalimantan ( Dayak ) , dll.
Disamping
itu, dalam hal sistem pewarisan pun bermacam-bermacam pula , yakni terbagi atas
3 bagian yaitu :
>
Sistem Pewarisan
Individual
Misalnya
: Pada susunan kekeluargaan bilateral ( jawa ) & kekeluargaan patrilineal (
Batak )
>
Sistem Pewarisan Kolektif
Misalnya
: Harta pusaka tinggi di Minangkabau, Tanah dati di Ambon.
>
Sistem Pewarisan Mayorat
Misalnya
: di Bali , Lampung, dan lain-lain.
Kemudian menurut Hilman
Hadikusuma, 1993: 104 –105
warisan menurut hukum adat, dimana pada umumnya tidak menentukan kapan waktu
harta warisan itu akandibagi atau kapan sebaiknya diadakan pembagian begitu
pula siapa yang menjadijuru bagi tidak ada ketentuannya . Menurut adat
kebiasaan waktu pembagiansetelah wafat pewaris dapat dilaksanakan setelah
upacara sedekeh atau selamatanyang disebut tujuh hari , empat puluh hari ,
seratus hari , atau seribu hari setelahpewaris wafat. Sebab pada waktu-waktu
tersebut para anggota waris berkumpul.Kalau harta warisan akan dibagi , maka
yang menjadi juru bagi dapat ditentukan dengan cara seperti berikut :
>
Orang lain yang masih
hidup ( janda atau duda dari pewaris );
>
Anak laki-laki tertua atau
perempuan;
>
Anggota keluarga tertua
yang dipandang jujur , adil dan bijaksana; dan
>
Anggota kerabat tetangga ,
pemuka masyarakat adat atau pemukaagama yang minta , ditunjuk dan dipilih oleh
para ahli waris.
Apabila
dalam pembagian warisan terjadi sengketa diantara para pihak maka tatacara
penyelesaiaa pembagiannya ada 2 kemungkinan, yakni :
>
Dengan cara segendong
sepikul, artinya bagian anak lelaki dua kali lipat bagian anak perempuan atau;
>
Dengan cara Dum Dum kupat,
artinya dengan anak lelaki dan bagian anak perempuan seimbang (sama).
2. HUKUM WARIS BW
Hukum waris
barat atau hukum waris BW atau KUHPer yang menganut sistem individual,
dimana peninggalan pewaris yang telah wafat diadakan pembagian. Ketentuan
aturan ini berlaku kepada warga negara Indonesia keturunan asing seperti eropa,
cina, bahkan keturunan arab & lainnya yang tidak lagi berpegang teguh pada
ajaran agamanya.
Sampai
saat ini, aturan tentang hukum waris barat tetap dipertahankan, walaupun
beberapa peraturan yang terdapat di dalam KUH Perdata dinyatakan
tidak berlaku lagi, seperti hukum perkawainan menurut BW telah dicabut dengan
berlakunya UU No. 1 / 1974, tentang perkawinan yang secara unifikasi berlaku
bagi semua warga negara. Hal ini dapat dilihat pada bab
XIV ketentuan penutup pasal 66 UU No. 1 / 1974 yang menyatakan
: Untuk perkawinan & segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan berdasarkan atas UU ini, maka dengan berlakunya UU ini,
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata ( BW),
ordomensi perkawinan indonesia kristen ( Hoci S. 1993 No. 74 ) ,
peraturan perkawinan campuran ( Regeling op de gemengde Huwelijken, S .
1898 No. 158 ) & peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang
perkawinan sejauh telah diatur dalam undang-undang ini, dinyatakan tidak
berlaku.
Pokok
hukum waris barat dapat dilihat pada pasal 1066 KUH Perdata yang
menyatakan :
>
Dalam hal seorang mempunyai
hak atas sebagian dari sekumpulan harta benda ,
seorang
itu tidak dipaksa mambiarkan harta bendanya itu tetap di bagi-bagi
diantara
orang-orang yang bersama-sama berhak atasnya
>
Pembagian harta benda ini
selalu dituntut meskipun ada suatu perjanjian yang
bertentangan
dengan itu
>
Dapat diperjanjikan ,
bahwa pembagian harta benda itu dipertangguhkan selama
waktu
tertentu
>
Perjanjian semacam ini
hanya dapat berlaku selama lima tahun tetapi dapat
diadakan
lagi , kalau tenggang lima tahun itu telah lalu.
Pewarisan sendiri dapat terjadi apabila memenuhi tiga
persyaratan, seperti adanya seseorang yang meninggal ( si pewaris ), ada
seseorang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan menerima harta warisan
dari pewaris apabila dia meninggal, dan ada sejumlah harta yang diwariskan.
Dalam
hukum waris menurut BW berlaku suatu asas bahwa “apabila seseorang meninggal
dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada
sekalian ahli warisnya”. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada
ahli waris adalah sepanjang termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau
hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Dan yang
merupakan ciri khas hukum waris menurut BW antara lain “adanya hak mutlak dari
para ahli waris masing-masing untuk sewktu-waktu menuntut pembagian dari harta
warisan”. Apabila
seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di depan pengadilan,
tuntutan tersebut tidak dapt ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Ketentuan
ini tertera dalam pasal 1066 BW, yaitu:
>
Seseorang yang mempunyai
hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak dapat dipaksa untuk memberikan
harta benda peninggalan dalam keadaan tidak terbagi-bagi di antara para ahli
waris yang ada;
>
Pembagian harta benda
peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada perjanjian yang melarang hal
tersebut;
>
Perjanjian penangguhan
pembagian harta peninggalan dapat saja dilakukan hanya untuk beberapa waktu
tertentu; dan
>
Perjanjian penagguhan
pembagian hanya berlaku mengikat selama lima tahun, namun dapat diperbaharui
jika masih dikehendaki oleh para pihak.
Warisan dalam sistem hukum waris BW
Warisan dalam sistem hukum perdata barat yang bersumber
pada BW itu meliputi seluruh harta benda beserta hak-hak dan
kewajiban-kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat
dinilai dengan uang. Akan tetapi terhadap ketentuan tersebut ada beberapa
pengecualian, dimana hak-hak dan kewajibankewajiban dalam lapangan hukum harta
kekayaan ada juga yang tidak dapat beralih kepada ahli waris, antara lain:
>
Hak memungut hasil
(vruchtgebruik);
>
Perjanjian perburuhan,
dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi; dan
>
Perjanjian perburuhan,
dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi.
Ahli Waris dalam Waris BW
Ahli
waris menurut hukum waris BW hanya terdiri dari dua jenis yaitu :
>
Ahli waris menurut UU
disebut juga ahli waris tanpa wasiat atau ahli waris ab intestate;
Yang termasuk dalam golongan ini ialah
1. Suami atau isteri (duda atau janda) dari sipewaris
(simati),
2. Keluarga sedarah yang sah dari sipewaris,
3. Keluarga sedarah alami dari sipewaris.
>
Ahli waris menurut surat
wasiat ( ahli waris testamentair )
Yang termasuk kedalam keadaan golongan
ini adalah semua orang yangoleh pewaris diangkat dengan surat wasiat untuk
menjadi ahliwarisnya.
Legitine Portie Anak –
Anak & Keturunan
Besarnya bagian mutlak ini ditentukan
berdasarkan besarnya bagian ab
intestato dari legitimaris yang bersangkutan dengan perkatan
lain legitine portie
adalah merupakan pecahan dari bagian ab intestato. Besarnya
bagian mutlak anak-anak & keturunanyaterlebih dahulu harus dilihat dari
jumlah anak yang ditinggalkan oleh pewaris.Dalam pasal 914 KUH Perdata yang
padapokoknya menyebutkan:
>
Jika yang ditinggalkan
hanya seorang anak , maka legitine portie anak
itu adalah ½ dari harta peninggalan;
>
Jika yang ditinggalkan dua
orang anak , maka legitine portie masing-masing
anak adalah 2/ 3 dari bagian ab
intestato masing-masing anak itu; dan
>
Jika yang ditinggalkan
tiga orang anak atau lebih , maka bagian masing- masing
anak adalah 3/ 4 dari bagian ab intestato
masing-masing anak itu“ (Ibid , : 68).
Jadi
yang dimaksud dengan tiga orang anak atau lebih adalah termasuk pula semua
keturunannya , akan tetapi sebagai pengganti. Selain pengaturan pembagian ahli
waris, didalam waris adat menurut Pasal 838 KUHPer juga menjelaskan mengenai
siapa saja yang tidak mendapatkan hak untuk menerima pembagian harta waris,
diantaranya adalah :
>
Mereka yang telah dihukum
karena membunuh atau melakukan percobaan pembunuhan terhadap pewaris;
Mereka yang pernah divonis
bersalah karena memfitnah pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam
hukuman lima tahun atau lebih;
>
Mereka yang mencegah
pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiat; dan
>
Mereka yang terbukti
menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat dari pewaris.
Hak-Hak yang Dimiliki Oleh Ahli Waris
KUHPer
mengatur hak- hak ahli waris dalam menerima pembagian harta waris dari si
pewaris. Hak- hak tersebut antara lain :
>
Hak untuk menuntut
pemecahan harta peninggalan;
Kesepakatan untuk tidak membagi warisan adalah dalam waktu
lima tahun, setelah lima tahun tersebut dapat diadakan kesepakatan kembali di
antara para ahli waris, ( Pasal1066 KUHPerdata )
>
Hak saisine;
Seseorang
dengan sendirinya karena hukum mendapatkan harta benda, segala hak, dan piutang
dari pewaris, namun seseorang dapat menerima atau menolak bahkan
mempertimbangkan untuk menerima suatu warisan, (
Pasal 838 KUHPerdata )
>
Hak beneficiary;
Hak
beneficiary yakni hak untuk menerima warisan dengan meminta pendaftaran
terhadap hak dan kewajiban, utang, serta piutang dari pewaris
>
Hak hereditas petition;
Hak
hereditas petitio yakni hak untuk menggugat seseorang atau ahli waris lainnya
yang menguasai sebagian atau seluruh harta warisan yang menjadi haknya, ( Pasal 834 KUHPerdata)
Selain hak- hak diatas, masih ada beberapa
hak yang walaupun hak itu terletak dalam lapangan hukum keluarga, akan tetapi
dapat diwariskan kepada ahli waris pemilik hak tersebut, yaitu:
>
Hak seorang ayah untuk
menyangkal sahnya seorang anak; dan
>
Hak seorang ayah untuk
menyangkal sahnya seorang anak.
Dasar Hukum Mewaris
Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia, baik
laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun
hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan
selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun
tanpasurat wasiat.Dasar hukum seseorang ahli waris mewarisi sejumlah harta
pewaris menurut sistem hukum waris BW ada dua cara,
yaitu:
>
Menurut ketentuan
Undang-undang; dan
>
Menurut atas tunjuk dalam
surat wasiat.
Surat wasiat adalah suatu pernyataan tentang apa
yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia.Sifat
utama suratwasiat adalah mempunyai kekuatan berlaku setelah
pembuat surat wasiat meninggal dan tidak dapat ditarik kembali.
Selama pembuat surat wasiat masih hidup, surat wasiat masih
dapat diubah atau dicabut, sedangkan setelah pembuat wasiat meninggal
dunia surat wasiat tidak dapat lagi diubah, dicabut, maupun ditarik
kembali oleh siapa pun .
Peran Balai Harta Peninggalan dalam Pembagian Warisan
Apabila harta warisan telah terbuka
namun tidak seorang pun ahli waris yang tampil ke muka sebagai ahli waris, tak
seorang pun yang menolak warisan, maka warisan tersebut dianggap sebagai harta
warisan yang tidak terurus. Dalam keadaaan seperti ini, tanpa menunggu perintah
hakim, Balai Harta Peninggalan wajib mengurus harta
peninggalan tersebut.Pekerjaan pengurusan itu harus dilaporkan kepada kejaksaan
negeri setempat. Jika terjadi perselisihan tentang apakah suatu harta
peninggalan tidak terurus atau tidak, penentuan ini akan diputus oleh hakim.
Apabila dalam jangka waktu tiga
tahun terhitung mulai saat terbukanya warisan, belum juga ada ahli waris yang
tampil ke muka, Balai Harta Peninggalan akan memberikan
pertanggung jawaban atas pengurusan itu kepada negara. Selanjutnya harta
peninggalan itu akan diwarisi dan menjadi hak milik negara.
3. HUKUM WARIS ISLAM
Sejarah
dan Dasar Hukum Kewarisan Islam
Hukum kewarisan menurut Instruksi Presiden No. 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang selanjutnya disebut INPRES
No. 1/1991 tentang KHI adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing (Pasal 171 huruf
a).
Menurut H.A Mukti Arto, aturan hukum kewarisan Islam diturunkan secara
berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kesadaran hukumnya
sehingga menjadi suatu sistem hukum kewarisan yang sempurna dan tidak terlepas dari hukum kewarisan zaman Jahiliyah.Dasar untuk dapat saling mewarisi pada Zaman Jahiliyah
adalah:
>
Adanya hubungan nasab atau kekerabatan;
>
Adanya pengangkatan anak; dan
>
Adanya janji setia untuk bersaudara.
Ketiga jenis ahli waris tersebut
disyaratkan harus laki-laki dan sudah dewasa.Oleh karena itu, perempuan dan
anak-anak tidak dapat menjadi ahli waris. Kemudian pada masa permulaan Isalam
di Madinah, Rasulullah SAW. Mempersaudarakan Muhajirin dengan Anshor,
persaudaraan karena hijrah ini juga dijadikan dasar untuk saling mewarisi.Dalam
perkembangannya, dasar saling mewarisi karena adanya pengangkatan anak, janji
setia, dan persaudaraan karena hijrah inipun dihapus. Untuk selanjutnya berlaku
hukum kewarisan yang ditetapkan oleh Al Qur’an dan As Sunah sebagai suatu
ketentuan yang harus ditaati oleh setiap muslim.
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang
No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dimana kekuasaan Pengadilan Agama
untuk memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan sengketa waris dipulihkan
kembali, maka kebutuhan terhadap hukum waris yang jelas, rinci, mudah dan pasti
serta sesuai dengan tata kehidupan masyarakat Islam Indonesia yang bilateral
semakin terasa mendesak. Untuk itu pulalah kemudian dikeluarkan Kompilasi Hukum
Islam (KHI) yang diberlakukan dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991,
tanggal 10 Juni 1991.
Pihak-Pihak Dalam Hukum Waris Islam
Ada beberapa pihak yang terdapat dalam Hukum Waris
Islam, diantaranya:
>
Pewaris
adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal
berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan
harta peninggalan (Pasal 171 huruf b); dan
>
Ahli
waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah
atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak
terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris (Pasal 171 huruf
c). Selanjutnya, mengenai ahli waris tersebut secara lebih rinci
dijelaskan dalam Pasal 172-175. Pasal-pasal tersebut membahas bagaimana
seseorang terhalang menjadi ahli waris,Kelompok-kelompok ahli waris, kewajiban
dan tanggung jawab ahli waris terhadap pewaris.
Istilah dalam Pembagian Waris dalam Waris Islam
>
Harta
peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda
yang menjadi miliknya maupun hak-haknya (Pasal 171 huruf d);
>
Harta
waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan
untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan
jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat (Pasal 171
huruf e);
>
Wasiat
adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang
akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia (Pasal 171 huruf f);
>
Hibah
adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang
kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki (Pasal 171 huruf g);
>
Anak
angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya
pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal
kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan (Pasal 171 huruf
h); dan
>
Baitul
Mal adalah Balai Harta Keagamaan (Pasal 171 huruf i).
Besarnya Bahagian Waris
Besarnya bahagian waris islam dalam KHI diatur pada Bab
III Pasal 176-191 yang dapat dijabarkan secara garis besar sebagi berikut:
>
Anak
perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau
lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anask
perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki
adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan (Pasal 176);
>
Ayah
mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak,
ayah mendapat seperenam bagian (Pasal 177). Maksud pasal ini ialah ayah
mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, tetapi
meninggalkan suami dan ibu, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian
(Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1994);
>
Ibu
mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak
ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga
bagian (Pasal 178 (1)). Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah
diambil oleh janda atau duda bila bersamasama dengan ayah (Pasal 178 (2));
>
Duda
mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagaian (Pasal
179);
>
Janda
mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian (Pasal
180);
>
Bila
seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan
saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila
mereka itu dua orang atau lebihmaka mereka bersama-sama mendapat sepertiga
bagian (Pasal 181);
>
Bila
seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu
saudara perempuan kandung atau seayah, maka ua mendapat separoh bagian.
Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan
kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama
mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama
dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara
laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan (Pasal 182);
>
Para
ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan,
setelah masing-masing menyadari bagiannya (Pasal 183);
>
Bagi
ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan
kewajibannyua, maka baginya diangkat wali berdasarkan keputusan Hakim atas
usul anggota keluarga (Pasal 184);
>
Ahli
waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat
digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173
(Pasal 185 (1)). Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari
bagian ahli waris yang sederajat denganyang diganti (Pasal 185 (2));
>
Anak
yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan
ibunya dan keluarga dari pihak ibunya (Pasal 186);
>
Bilamana pewaris meninggalkan warisan harta peninggalan, maka oleh pewaris
semasa hidupnya atau oleh para ahli waris dapat ditunjuk beberapa orang sebagai
pelaksana pembagian harta warisan dengan tugas:
>
Mencatat dalam suatu daftar harta peninggalan, baik berupa benda bergerak
maupun tidak bergerak yang kemudian disahkan oleh para ahli waris yang
bersangkutan, bila perlu dinilai harganya dengan uang;
>
Menghitung jumlah pengeluaran untuk kepentingan pewaris sesuai dengan Pasal
175 ayat (1) sub a, b, dan c (Pasal 187 (1)).
>
Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta warisan yang
harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak (Pasal 187 (2))
>
Para
ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan
permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta
warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan
itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan
Agama untuk dilakukan pembagian warisan (Pasal 188);
>
Bila
warisan yang akan dibagi berupa lahan pertanian yang luasnya kurang dari 2
hektar, supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana semula, dan
dimanfaatkan untuk kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan
(Pasal 189 (1)). Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak
dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang bersangkutan ada yang
memerlukan uang, maka lahan tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau
lebih ahli waris yang dengan cara membayar harganya kepada ahli waris yang
berhak sesuai dengan bagiannya masing-masing (Pasal 189 (2));
>
Bagi
pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing isteri berhak
mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya,
sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya
(Pasal 190); dan bila
pewaris tidak meninggalkanahli waris sama sekali atau ahli warisnya tidak
diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan
Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan Agama
Islam dan kesejahteraan umum (Pasal 191).
Segera daftarkan diri anda dan bermainlah di Agen Poker, Domino, Ceme dan Blackjack Nomor Satu di Indonesia SALAMPOKER(COM)
BalasHapusJadilah jutawan hanya dengan modal 10.000 rupiah sekarang juga !